Senin, 03 Juli 2017

Toughest Phase in My Life 1: Selamat Tinggal, Kesempatan dan Jalur Undangan

Toughest Phase in My Life. Serem banget judulnya, ya. Berasa orang yang udah hidup lama dengan masalah yang amat-amat berat. But seriously, finding for university is tough, though. So I decided to make this series--temporary about my journey on finding a university.



Buat kalian para siswa kelas 12, pasti udah punya rencana dong mau ngelanjutin kuliah ke mana? Atau mungkin enggak kuliah tapi langsung kerja? Atau mau cari sekolah kedinasan dan angkatan? Intinya, sebagian besar dari kalian pasti sudah mulai memikirkan ke mana kalian akan menggiring masa depan kalian. Dan sebagian dari kalian juga pasti menggantungkan harapan kalian ke perguruan tinggi negeri.

Btw kok gue kedengeran kayak lagi ngiklan yak.

Jujur saja, aku bukanlah salah satu dari mereka---yang menggantungkan harapan ke PTN. Lho, kenapa? Karena saat itu, aku punya keinginan untuk masuk ke PTS saja. Aneh memang, tapi itulah kenyataannya. Aku sudah memantapkan keinginanku untuk masuk PTS tersebut. Kedua orangtuaku mengizinkan. Aku dapat beasiswa dan sudah bayar pula. Jadi, pemikiranku saat itu, aku hanya perlu fokus pada USBN dan UNBK. Aku bahkan menjual buku latihan SBMPTN-ku pada temanku, karena ya... aku sudah pasti akan masuk ke PTS itu, dan temanku juga sangat membutuhkan buku itu (fyi, rumah dia jauh dari toko buku).

Tapi ... waktu itu aku entah kenapa punya firasat buruk.

"Yakin nih aku gak perlu belajar buat SBM?"


Waktu itu, aku memutuskan untuk membuang jauh-jauh firasat itu.

Beberapa bulan berlalu, tibalah pendaftaran SNMPTN. Meskipun aku enggak terlalu berharap sama PTN, tapi aku juga ingin ikut SNMPTN. Siapa tahu aku lolos dan kalau lolos pun setidaknya biaya kuliah di PTN itu jauh lebih murah daripada PTS yang aku ingin.

Tapi aku pesimis banget. Oh iya, sekolahku itu akreditasinya A, jadi 50% siswanya bisa daftar SNMPTN. Yang jadi masalahnya itu ... apa aku masuk kuota 50% itu?

Jujur saja, aku merasa nilai raporku itu kecil. Aku bukan langganan juara kelas, dan nilai rata-rata di kelasku itu tergolong kecil bila dibandingkan dengan nilai rata-rata di kelas lain. Hal-hal inilah yang membuat kepercayaan diriku menurun.

Hingga akhirnya, waktu pengumuman ranking paralel di sekolah, aku sama temen-temenku rame-rame ke ruang BK buat lihat hasilnya, dan kalian tahu? Ternyata aku masuk kuota 50% itu! Demi apa aku nangis WKWKWKW alay emang tapi aku bener-bener gak nyangka. Padahal cuma masuk kuota doang belum lolos SNM.

Akhirnya aku daftar SNMPTN, bisa masukin tiga pilihan tuh. Syaratnya, kalau mau masukin lebih dari tiga pilihan, harus ada satu universitas di daerah tempat tinggal. Kebetulan universitas yang ada di daerahku itu Universitas Udayana dan Universitas Pendidikan Ganesha. Aku sudah siap dengan tiga pilihanku: 1. Hub. Internasional - UGM; 2. Sastra Korea - UGM; 3. Sastra Inggris - Unud.

Mungkin setelah baca pilihanku ini kalian mikir, "Hah? Sastra Korea? Mau jadi apaan anyong-anyong?" WKWKW.

Sebenarnya....... aku punya ketertarikan dengan budaya Korea. Iya, emang aku ini fangirl garis keras. Coba kalian tanya orang-orang yang kenal sama aku, pasti tau banget kalo aku ini pecinta oppa-oppa dan eonni-eonni Korea. Mungkin, orang-orang yang tahu aku nyari Sastra Korea mikirnya aku nyari jurusan itu karena suka boyband atau apa gitu, tapi enggak. Eh, iya deng. Aku emang suka dan tertarik untuk mempelajari lebih dalam. Apalagi ada salah satu kakak kelas aku yang kuliah di sana dan sekarang dapet beasiswa ke Korea :' aku kan juga mauuuuu!

Kok malah ngelantur, sih.

Jadi, ya, gituuuu. Pemikiranku saat itu adalah "Aku pasti bisa menjalaninya kalau aku memang menyukainya." Aku suka hal-hal berbau Korea, so it'll be easier for me to learn something that I liked, right? ( meskipun kuliah itu gak ada yang gampang. )

Kalau HI dan Sastra Inggrisnya, aku juga tertarik, sih. Aku merasa kemampuan lebihku itu ada di Bahasa, dan dua jurusan itu ada kaitannya dengan Bahasa, jadi, ya, aku ambil aja.

Tapiiiiii... setelah sharing-sharing sama temenku yang juga lolos kuota, aku jadi tahu kalau kita ternyata bisa ambil jurusan di luar daerah, dengan syarat hanya masukin satu pilihan aja. Dan dia cuma masukin di Mikrobiologi UGM. Entah ada angin darimana, aku mikir gini:
"Kalau aku masukin cuma satu pilihan, bukannya itu artinya aku pingin banget masuk di jurusan itu? Pasti mereka bakal mikir kalau aku memang bener-bener pingin masuk ke pilihan itu, peluang lolosnya pasti lebih besar!"

SUMPAH, YA. Itu pemikiran yang abstrak banget. Padahal semua orang juga tahu kalau proses seleksi SNMPTN itu masih menjadi sebuah misteri. Akhirnya aku masukin SNM cuma satu pilihan, di Hub. Internasional UGM. Cita-cita yang amat tinggi.


Kemudian.... tibalah hari itu. Hari pengumuman SNMPTN. Aku inget banget waktu itu siangnya lagi jalan-jalan ke Gramedia dan McDonalds sama temenku, karena waktu itu suntuk parah. Terus, sorenya jam 15.00 WITA, kita berdua ke rumahku untuk ngecek pengumuman SNMPTN. Kalian tahu lah ya, gimana servernya saat itu. Full, server down semua. Untungnya, di salah satu mirror web, servernya enggak nge-down. Aku buru-buru nge-cek kan ya. Temenku itu udah ngecek duluan dan dia ternyata bagian dari tim hijau. Dia lolos di Teknik Pangan Unud.

Sebenernya waktu itu, aku gak terlalu berharap kalau aku juga bakal dapet warna hijau. Entahlah, kata hatiku bilang aku enggak lolos. Akhirnya, setelah punyaku berhasil diakses, hasilnya adalah ....


MERAH.


Aku enggak lolos SNMPTN. Aku bukan bagian dari tim hijau. Tapi enggak apa sih... entah kenapa waktu itu aku enggak sedih sama sekali. Aku juga enggak iri sama temenku yang lolos itu, aku malah ikut seneng, sekaligus tercyduc (re: terciduk). Kenapa? Karena setelah aku cerita-cerita sama dia, dia ternyata mengisi semua tiga pilihan itu, meskipun ada jurusan yang ia belum pernah tahu bagaimana isi di dalamnya. Cuma, ada omongan dia yang masih aku ingat sampai sekarang:

"Kan, kita udah dikasih kesempatan buat lolos kuota SNM. Jadi, ibuku bilang buat mempergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Isi saja semua pilihan, siapa tahu ada yang lolos, kan?"


Dan bener aja ucapan dia. Dia lolos di pilihan pertama. Saat itu aku merasa menyesal. Duh, coba aja aku isi semua pilihan itu, meskipun enggak pasti dapet, tapi setidaknya aku menggunakan kesempatanku dengan maksimal. Tapi, mau gimana lagi, kan? Semua udah lewat. Menyesal itu tidak ada gunanya.

Aku juga mikir, "Mungkin ini tanda kalau Tuhan lebih merestui aku untuk kuliah di PTS itu."




Tapi ... pemikiranku salah.




NAH LOH. MAKSUDNYA GIMANA, TUH?
Akan kulanjutkan di Toughest Phase in My Life 2.

WKWKWKW cocok banget ya gue jadi mbak-mbak home shopping.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar